Permainan rakyat mungkin sudah lama redup karena anak-anak beralih pada permainan elektronik yang lebih canggih. Hampir seluruh permaina anak-anak saat ini menggunakan sistem komputerisasi dalam pengoperasiannya. Namun perlu disadari, bahwa permainan modern saat ini mengakibatkan dampak negatif yang cukup berpengaruh bagi anak-anak. Seperti, dengan adanya perkembangan teknologi dari waktu ke waktu yang menyebabkan pembaharuan terus-menerus pada permainan, menyebabkan kecenderungan anak-anak menuntut edisi terbaru dari permainan yang dimiliki, sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa permainan modern, membentuk mental anak yang penuntut, karena berbagai faktor linkungan. Di samping itu, hal ini juga menunjukkan bahwa permainan modern saat ini tidak dapat menanamkan kesan positif yang baik sehingga dapat diingat sepanjang masa.
Seperti halnya permainan tradisional yang sebenarnya banyak makna mulia yang bisa tergali di baliknya. "Berdasarkan penelitian, seluruh permainan rakyat di Indonesia memiliki kesamaan yakni pengenalan diri, alam, dan Tuhan." Permainan tradisional memiliki banyak sisi positif yang seringkali diabaikan, permainan tradisional mengajarkan banyak hal pada anak-anak, sehingga dapat diingat sepanjang masa. Sebagai bukti, saya merasa permainan tradisional lebih menyenangkan, mendidik kita dalam bermain, dan terdapat banyak pesan dalam setiap permainan, selain itu permainan tradisional sangat “bersahabat dan ramah”, sehingga dapat dimainkan seluruh anak-anak indonesia, tanpa memperhitungkan ras, agama, dan budaya. Permainan tradisional menanamkan “Unity in diversity” sejak dini yang kokoh bagi anak-anak Indonesia.
07 Juni 2010
06 Juni 2010
Engklek
Permainan Engklek mungkin tidak asing lagi di telinga kita.
Cara memainkannya adalah, pertama membuat arena bermain terlebih dahulu dengan cara membuat petak-petak menyerupai palang merah yang dibagi-bagi menjadi 5 kotak dan ditambah 2 kotak sebagai tangga, kemudian cari alat pendukung. Alat pendukung yang dibutuhkan adalah pecahan genting atau batu sebagai umpan. Umpan ini dalam bahasa Jawa biasa disebut ‘gacuk’. Permainan ini juga merupakan permainan kelompok, yang seru dalam permainan ini adalah ketika kelompok yang kalah harus mendapat hukuman menggendong kelompok yang menang. Pemain yang menang dalam undian suit berkesempatan bermain lebih dahulu. Pemain tersebut melempar gacuk ke dalam kotak pertama pada area permainan yang berbentuk palang merah. Kemudian pemain melompat-lompat dengan satu kaki (engklek) pada kotak-kotak lain sampai kembali ke kotak pertama sambil mengambil kembali gacuk yang tadi telah dilemparkan di kotak pertama. Selanjutnya pemain tersebut melempar gacuk ke kotak yang kedua lalu melompat-lompat lagi seperti cara yang pertama dan seterusnya sampai gacuk dilemparkan pada kotak yang terakhir. Semakin besar angka kotak yang harus dilempari gacuk, maka semakin jauh pula gacuk harus dilemparkan. Apabila pemain tidak dapat melempar gacuk ke dalam kotak yang semestinya, maka permainannya dianggap mati dan kelompok lawan berkesempatan untuk bermain. Kelompok yang dapat menyelesaikan tugasnya melempar gacuk sampai kotak yang terakhir, maka kelompok inilah yang menang dan berhak digendong ke suatu tempat yang telah disepakati bersama. Dalam permainan engklek anak diajari untuk berlatih konsentrasi dan mengendalikan diri. Ada beberapa istilah lain untuk permainan ini, ada yang menyebut permainan ini dengan teklek ada juga yang menyebutkan dengan ciplek gunung. Istilah untuk penyebutan nama permainan ini memang beragam tapi permainan yang dilakukan sama.
Kenapa dinamakan engklek? Karena permainan ini dilakukan dengan cara bertahap dan dengan cara melompat-lompat dari kotak satu ke kotak yang lain dengan menggunakan satu kaki.
05 Juni 2010
Ular Naga
Ular Naga adalah satu permainan berkelompok yang biasa dimainkan anak-anak Jakarta di luar rumah di waktu sore dan malam hari. Tempat bermainnya di tanah lapang atau halaman rumah yang agak luas. Lebih menarik apabila dimainkan di bawah cahaya rembulan. Pemainnya biasanya sekitar 5-10 orang, bisa juga lebih, anak-anak umur 5-12 tahun (TK - SD).
Cara bermain
Anak-anak berbaris bergandeng pegang 'buntut', yakni anak yang berada di belakang berbaris sambil memegang ujung baju atau pinggang anak yang di mukanya. Seorang anak yang lebih besar, atau paling besar, bermain sebagai "induk" dan berada paling depan dalam barisan. Kemudian dua anak lagi yang cukup besar bermain sebagai "gerbang", dengan berdiri berhadapan dan saling berpegangan tangan di atas kepala. "Induk" dan "gerbang" biasanya dipilih dari anak-anak yang tangkas berbicara, karena salah satu daya tarik permainan ini adalah dalam dialog yang mereka lakukan.
Barisan akan bergerak melingkar kian kemari, sebagai Ular Naga yang berjalan-jalan dan terutama mengitari "gerbang" yang berdiri di tengah-tengah halaman, sambil menyanyikan lagu. Pada saat-saat tertentu sesuai dengan lagu, Ular Naga akan berjalan melewati "gerbang". Pada saat terakhir, ketika lagu habis, seorang anak yang berjalan paling belakang akan 'ditangkap' oleh "gerbang".
Setelah itu, si "induk" --dengan semua anggota barisan berderet di belakangnya-- akan berdialog dan berbantah-bantahan dengan kedua "gerbang" perihal anak yang ditangkap. Seringkali perbantahan ini berlangsung seru dan lucu, sehingga anak-anak ini saling tertawa. Sampai pada akhirnya, si anak yang tertangkap disuruh memilih di antara dua pilihan, dan berdasarkan pilihannya, ditempatkan di belakang salah satu "gerbang".
Permainan akan dimulai kembali. Dengan terdengarnya nyanyi, Ular Naga kembali bergerak dan menerobos gerbang, dan lalu ada lagi seorang anak yang ditangkap. Perbantahan lagi. Demikian berlangsung terus, hingga "induk" akan kehabisan anak dan permainan selesai. Atau, anak-anak bubar dipanggil pulang orang tuanya karena sudah larut malam.
Lagu
Lagu ini dinyanyikan oleh semua pemain, termasuk si "gerbang", yakni pada saat barisan bergerak melingkar atau menjalar.
-
- Ular naga panjangnya bukan kepalang
- Menjalar-jalar selalu kian kemari
- Umpan yang lezat, itu yang dicari
- Kini dianya yang terbelakang
Kemudian, sambil menerobos "gerbang", barisan mengucap "kosong - kosong - kosong" berkali-kali hingga seluruh barisan lewat, dan mulai lagi menjalar dan menyanyikan lagu di atas. Demikian berlaku dua atau tiga kali.
Pada kali yang terakhir menerobos "gerbang", barisan mengucap "isi - isi - isi" berkali-kali, hingga akhir barisan dan anak yang terakhir di buntut ular ditangkap ("gerbang" menutup dan melingkari anak terakhir dengan tangan-tangan mereka yang masih berkait).
Dialog
Kemudian terjadilah dialog dan perbantahan antara "induk" (I) dengan kedua "gerbang" (G). Dialog ini mungkin berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain, dan bahkan juga berbeda-beda sesuai improvisasi si induk dan si gerbang setiap kali seorang anak ditangkap.
-
- I : "Mengapa anak saya ditangkap ?"
- G : "Karena menginjak-injak pohon jagung.. "
- I : "Bukankah dia sudah kuberi (bekal) nasi ?"
- G : "Nasinya sudah dihabiskan "
- G2 : (menyeletuk) "Anaknya rakus, sih... "
- I : "Bukankah dia membawa obor ?"
- G : "Wah, obornya mati tertiup angin.. "
- I : "Bukankah .... ?"
- G : "..... ", dan seterusnya
Sampai akhirnya si induk menyerah dalam perbantahan. Kemudian, untuk meyakinkan kokohnya "penjara" yang dihadapinya, si induk biasanya menanyakan:
(Sambil menepuk/menunjuk salah satu lengan si "gerbang")
-
- I : "Ini pintu apa ?"
- G : "Pintu besi !"
- I : "Yang ini ?", (menepuk tangan yang lain)
- G : "Pintu api !"
- I : "Ini ?" (menunjuk tangan yang lain lagi)
- G : "Pintu air !",
- I : "Dan ini ?" (menunjuk tangan yang terakhir)
- G : "Pintu duri !"
Putus asa, yakin bahwa "penjara" tak tertembus, si induk kemudian menoleh kepada anaknya:
-
- I : "Kau mau pilih 'bintang' atau 'bulan' ?"
- A : "Bintang !"
Dan kemudian anak yang malang itu ditempatkan di belakang salah satu "gerbang", yang digelari 'bintang'.
Permainan mulai lagi.
04 Juni 2010
Panjat Pinang
Sebuah pohon pinang yang tinggi dan batangnya dilumuri oleh pelumas disiapkan oleh panitia perlombaan. Di bagian atas pohon tersebut, disiapkan berbagai hadiah menarik. Para peserta berlomba untuk mendapatkan hadiah-hadiah tersebut dengan cara memanjat batang pohon.
Oleh karena batang pohon tersebut licin (karena telah diberi pelumas) para pemanjat batang pohon sering kali jatuh. Akal dan kerja sama para peserta untuk memanjat batang pohon inilah yang biasanya berhasil mengatasi licinnya batang pohon, dan menjadi atraksi menarik bagi para penonton.
Panjat pinang berasal dari zaman penjajahan Belanda dulu. lomba panjat pinang diadakan oleh orang Belanda jika sedang mengadakan acara besar seperti hajatan, pernikahan, dan lain-lain.yang mengikuti lomba ini adalah orang-orang pribumi. Hadiah yang diperebutkan biasanya bahan makanan seperti keju, gula, serta pakaian seperti kemeja, maklum karena dikalangan pribumi barang-barang seperti ini termasuk mewah. sementara orang pribumi bersusah payah untuk memperebutkan hadiah, para orang-orang Belanda menonton sambil tertawa. tata cara permainan ini belum berubah sejak dulu.
Memang terjadi pro dan kontra mengenai perlombaan yang satu ini. satu pihak berpendapat bahwa sebaiknya perlombaan ini dihentikan karena dianggap mencederai nilai-nilai kemanusiaan. Sementara pihak lain berpikir ada nilai luhur dalam perlombaan ini seperti: kerja keras, pantang menyerah, kerja kelompok/ gotong royong.
Congklak
Permainan congklak merupakan permainan tradisional dari adat Jawa. Menurut sejarah permainan ini pertama kali dibawa oleh pendatang dari Arab yang rata-rata datang ke Indonesia untuk berdagang atau dakwah. Pada umumnya jumlah lubang keseluruhan adalah 16, yang dibagi menjadi tujuh lubang kecil dan satu lubang tujuan untuk masing-masing pemain. Lubang tujuan merupakan lubang terkiri (biasanya diameternya lebih besar). Skor kemenangan ditentukan dari jumlah biji yang terdapat pada lubang tujuan tersebut.
Setiap pemain mengambil semua biji yang terdapat pada lubang kecil yang diinginkan, untuk disebar satu biji per lubang berurutan searah jarum jam. Langkah tersebut dilakukan berulang. Apabila pada lubang terakhir meletakkan biji masih ada isinya (lubang tersebut tidak kosong) maka pemain tersebut melanjutkan dengan mengambil semua biji yang terdapat pada lubang tersebut dan melanjutkan permainan. Apabila peletakan biji terakhir berada pada lubang yang kosong maka pemain tidak dapat melanjutkan langkah. Giliran untuk bermain berpindah ke lawan. Keadaan ini disebut sebagai keadaan mati.
Permainan berakhir apabila seluruh biji sudah berada pada lubang tujuan masing-masing pemain, atau apabila salah satu pemain sudah tidak memiliki biji pada lubang-lubang kecilnya untuk dimainkan (disebut mati jalan). Pemenangnya adalah yang memiliki jumlah biji terbanyak pada lubangnya.
Setiap pemain mengambil semua biji yang terdapat pada lubang kecil yang diinginkan, untuk disebar satu biji per lubang berurutan searah jarum jam. Langkah tersebut dilakukan berulang. Apabila pada lubang terakhir meletakkan biji masih ada isinya (lubang tersebut tidak kosong) maka pemain tersebut melanjutkan dengan mengambil semua biji yang terdapat pada lubang tersebut dan melanjutkan permainan. Apabila peletakan biji terakhir berada pada lubang yang kosong maka pemain tidak dapat melanjutkan langkah. Giliran untuk bermain berpindah ke lawan. Keadaan ini disebut sebagai keadaan mati.
Permainan berakhir apabila seluruh biji sudah berada pada lubang tujuan masing-masing pemain, atau apabila salah satu pemain sudah tidak memiliki biji pada lubang-lubang kecilnya untuk dimainkan (disebut mati jalan). Pemenangnya adalah yang memiliki jumlah biji terbanyak pada lubangnya.
03 Juni 2010
Bakiak
Bakiak panjang atau yang sering disebut terompa galuak di Sumatera Barat adalah terompah deret dari papan bertali karet yang panjang. Sepasang bakiak minimal memiliki tiga pasang sandal atau dimainkan tiga anak.
Bakiak sebenarnya permainan tradisional anak-anak di Sumatera Barat. Anak-anak dari Sumatera Barat yang dilahirkan hingga pertengahan tahun 1970-an, sering dan biasa memainkan bakiak atau terompah panjang ini.
Bahkan, bakiak panjang ini menjadi salah satu mata acara permainan yang dilombakan dalam 17 Agustusan di tingkat kelurahan dan kecamatan.
Sayangnya, permainan tradisional ini tidak lagi dikenal dan dimainkan oleh anak-anak jaman sekarang. Padahal permainan tradisional ini bermanfaat untuk melatih kekompakan, konsentrasi dan menyenangkan.
Balap Karung
Balap karung adalah salah satu lomba tradisional yang populer pada hari kemerdekaan Indonesia. Sejumlah peserta diwajibkan memasukkan bagian bawah badannya ke dalam karung kemudian berlomba sampai ke garis akhir.
Meskipun sering mendapat kritikan karena dianggap memacu semangat persaingan yang tidak sehat dan sebagai kegiatan hura-hura, balap karung tetap banyak ditemui, seperti juga lomba panjat pinang, sandal bakiak, dan makan kerupuk.
Lomba balap karung juga diapresiasi oleh pendatang dari luar negeri dengan langsung terlibat dalam perlombaan ini.
02 Juni 2010
Gasing
Gasing merupakan sejenis permainan yang boleh berputar pada paksinya sambil mengimbang pada satu titik. Gasing merupakan permainan tradisional orang-orang Melayu sejak dahulu.
Gasing dibuat dari kayu bebaru, kemuning, merbau, rambai, durian atau kundang. Kayu tersebut akan dikikis sehingga menjadi bentuk gasing. Tali gasing dibuat dari kulit pokok bebaru. Tapi sekarang tali gasing dibuat dari tali nilon. Panjang tali gasing biasanya bergantung kepada panjang tangan seseorang, umumnya panjangnya 1 meter. Minyak kelapa digunakan untuk melicinkan pergerakan tali gasing.
Membuat Gasing
Kayu yang paling sesuai adalah merbau, seperti merbau tanduk, merbau darah, merbau johol dan merbau keradah, ianya mudah dilarik tetapi tidak mudah serpih. Selain itu kayu leban tanduk, limau, bakau, koran, sepan, penaga, keranji juga menjadi pilihan. Jenis kayu yang mudah didapati seperti manggis, jambu batu, ciku atau asam jawa sering digunakan untuk membuat gasing.
Cara Bermain
Gasing dimainkan dengan dua cara, yaitu sebagai gasing pangkah atau gasing uri. Gasing pangkah, dimainkan dengan melemparkannya supaya mengetuk gasing lawan. Gasing uri dipertandingkan untuk menguji ketahanannya berputar.
Gasing pinang dimainkan oleh kanak-kanak.
Untuk memutar gasing, tali setebal 1.75 cm dan sepanjang 3 hingga 5 meter dililitkan pada jambulnya hingga meliputi seluruh permukaan gasing. Kemudian gasing itu dilemparkan ke atas tanah dan serentak dengan itu tali yang melilit jambuhnya direnggut.
Gasing merupakan salah satu permainan tradisional Nusantara, walaupun sejarah penyebarannya belum diketahui secara pasti.
Di wilayah Pulau Natuna, Kepulauan Riau, permainan gasing telah ada jauh sebelum penjajahan Belanda. Sedangkan di Sulawesi Utara, gasing mulai dikenal sejak 1930-an. Permainan ini dilakukan oleh anak-anak dan orang dewasa. Biasanya, dilakukan di pekarangan rumah yang kondisi tanahnya keras dan datar. Permainan gasing dapat dilakukan secara perorangan ataupun beregu dengan jumlah pemain yang bervariasi, menurut kebiasaan di daerah masing-masing. Hingga kini, gasing masih sangat populer dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia. Bahkan warga di kepulauan Riau rutin menyelenggarakan kompetisi. Sementara di Demak, biasanya gasing dimainkan saat pergantian musim hujan ke musim kemarau. Masyarakat Bengkulu ramai-ramai memainkan gasing saat perayaan Tahun Baru Islam, 1 Muharram.
Beragam nama gasing
Sejumlah daerah memiliki istilah berbeda untuk menyebut gasing. Masyarakat Jawa Barat dan DKI Jakarta menyebutnya gangsing atau panggal. Masyarakat Lampung menamainya pukang, warga Kalimantan Timur menyebutnya begasing, sedangkan di Maluku disebut Apiong dan di Nusatenggara Barat dinamai Maggasing. Hanya masyarakat Jambi, Bengkulu, Sumatera Barat, Tanjungpinang dan Kepulauan Riau yang menyebut gasing.
Nama maggasing atau aggasing juga dikenal masyarakat bugis di Sulawesi Selatan. Sedangkan masyarakat Bolaang Mangondow di daerah Sulawesi Utara mengenal gasing dengan nama Paki. Orang jawa timur menyebut gasing sebagai kekehan. Sedangkan di Yogyakarta, gasing disebut dengan dua nama berbeda. Jika terbuat dari bambu disebut gangsingan, dan jika terbuat dari kayu dinamai pathon.
Bentuk gasing
Gasing memiliki beragam bentuk, tergantung daerahnya. Ada yang bulat lonjong, ada yang berbentuk seperti jantung, kerucut, silinder, juga ada yang berbentuk seperti piring terbang. Gasing terdiri dari bagian kepala, bagian badan dan bagian kaki (paksi). Namun, bentuk, ukuran danbgain gasing, berbeda-beda menurut daerah masing-masing.
Gasing di Ambon (apiong) memiliki kepala dan leher. Namun umumnya, gasing di Jakarta dan Jawa Barat hanya memiliki bagian kepala dan paksi yang tampak jelas, terbuat dari paku atau logam. Sementara paksi gasing natuna, tidak nampak.
Permainan gasing
Cara memainkan gasing, tidaklah sulit. Yang penting, pemain gasing tidak boleh ragu-ragu saat melempar gasing ke tanah.
Cara:
1.Gasing di pegang di tangan kiri, sedangkan tangan kanan memegang tali.
2.Lilitkan tali pada gasing, mulai dari bagian paksi sampai bagian badan gasing. lilit kuat lalu putar.
Enggrang
Enggrang adalah salah satu jenis kesenian dan akhirnya menjadi permainan tradisional Indonesia yang mendapat pengaruh dari budaya China.
Enggrang yang mulai berkembang tahun 1960-an di Kabupaten Karawang Jawa Barat ini dikenal sebagai suatu pertunjukan yang diiringi berbagai alat musik tradisional Jawa Barat. Namun, lama-lama berkembang menjadi permainan tradisional.
Enggrang adalah permainan tradisional Indonesia yang belum diketahui secara pasti dari mana asalnya, tetapi dapat dijumpai di berbagai daerah dengan nama berbeda-beda seperti : sebagian wilayah Sumatera Barat dengan nama Tengkak-tengkak dari kata Tengkak (pincang), Ingkau yang dalam bahasa Bengkulu berarti sepatu bambu dan di Jawa Tengah dengan nama Jangkungan yang berasal dari nama burung berkaki panjang. Egrang sendiri berasal dari bahasa Lampung yang berarti terompah pancung yang terbuat dari bambu bulat panjang. Dalam bahasa Banjar di Kalimantan Selatan disebut batungkau.
Alat permainan tradisional satu ini sudah tidak asing lagi bagi anak-anak di lingkungan masyarakat Jawa, karena hampir pasti bisa ditemui dengan mudah di berbagai tempat di pelosok pedesaan dan perkotaan, pada masa lalu. Enggrang termasuk permainan anak, karena permainan ini sudah muncul sejak dulu paling tidak sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, semasa penjajahan Belanda. Hal itu seperti terekam di Baoesastra (Kamus) Jawa karangan W.J.S. Poerwadarminto terbitan 1939 halaman 113, disebutkan kata enggrang-enggrangan diartikan permainan dengan menggunakan alat yang dinamakan enggrang. Sementara enggrang sendiri diberi makna bambu atau kayu yang diberi pijakan (untuk kaki) agar kaki leluasa bergerak berjalan.
Enggrang dibuat secara sederhana dengan menggunakan dua batang bambu (lebih sering memakai bahan ini daripada kayu) yang panjangnya masing-masing sekitar 2 meter. Kemudian sekitar 50 cm dari alas bambu tersebut, bambu dilubangi lalu dimasuki bambu dengan ukuran sekitar 20-30 cm yang berfungsi sebagai pijakan kaki. Maka jadilah sebuah alat permainan yang dinamakan enggrang. Bambu yang biasa dipakai adalah bambu apus atau wulung, dan sangat jarang memakai bambu petung atau ori yang lebih besar dan mudah patah.
Sayang, permainan tradisional enggrang –seperti juga alat-alat permainan tradisional lainnya- di masa sekarang sudah tidak lagi dikenal oleh anak-anak yang lebih banyak mengenal permainan modern (playstation) atau permainan impor dari plastik. Permainan enggrang dan sejenisnya sudah lebih banyak mengisi lembaga museum atau lembaga penelitian yang berkaitan dengan nilai budaya dan sejarah. Di sudut Taman Pintar Yogyakarta juga ditemukan permainan egrang ini walau keadaannya cukup memprihatinkan. Enggrang tinggal menjadi kenangan di masa sekarang dan sekali-sekali masih dipertontonkan dalam acara workshop maupun seminar.
01 Juni 2010
Layang-layang
Definisi
Layang-layang merupakan lembaran bahan tipis berkerangka yang diterbangkan ke udara dan terhubungkan dengan tali atau benang ke daratan atau pengendali. Layang-layang memanfaatkan kekuatan hembusan angin sebagai alat pengangkatnya. Dikenal luas di seluruh dunia sebagai alat permainan, layang-layang diketahui juga memiliki fungsi ritual, alat bantu memancing atau menjerat, menjadi alat bantu penelitian ilmiah, serta media energi alternatif.
Fungsi Layang-layang
Terdapat berbagai tipe layang-layang permainan. Yang paling umum adalah layang-layang hias (dalam bahasa Betawi disebut koang) dan layang-layang aduan (laga). Terdapat pula layang-layang yang diberi sendaringan yang dapat mengeluarkan suara karena hembusan angin. Layang-layang laga biasa dimainkan oleh anak-anak pada masa pancaroba karena biasanya kuatnya angin berhembus pada masa itu.
Di beberapa daerah Nusantara layang-layang dimainkan sebagai bagian dari ritual tertentu, biasanya terkait dengan proses budidaya pertanian. Layang-layang paling sederhana terbuat dari helai daun yang diberi kerangka dari bambu dan diikat dengan serat rotan. Layang-layang semacam ini masih dapat dijumpai di Sulawesi. Diduga pula, beberapa bentuk layang-layang tradisional Bali berkembang dari layang-layang daun karena bentuk ovalnya yang menyerupai daun.
Di Jawa Barat, Lampung, dan beberapa tempat di Indonesia ditemukan layang-layang yang dipakai sebagai alat bantu memancing. Layang-layang ini terbuat dari anyaman daun sejenis anggrek tertentu, dan dihubungkan dengan mata kail. Di Pangandaran dan beberapa tempat lain, layang-layang dipasangi jerat untuk menangkap kalong atau kelelawar.
Penggunaan layang-layang sebagai alat bantu penelitian cuaca telah dikenal sejak abad ke-18. Contoh yang paling terkenal adalah ketika Benjamin Franklin menggunakan layang-layang yang terhubung dengan kunci untuk menunjukkan bahwa petir membawa muatan listrik.
Layang-layang raksasa dari bahan sintetis sekarang telah dicoba menjadi alat untuk menghemat penggunaan bahan bakar kapal pengangkut. Pada saat angin berhembus kencang, kapal akan membentangkan layar raksasa seperti layang-layang yang akan "menarik" kapal sehingga menghemat penggunaan bahan bakar.
Sejarah
Catatan pertama yang menyebutkan permainan layang-layang adalah dokumen dari Cina sekitar 2500 SM. Penemuan sebuah lukisan gua di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, pada awal abad ke-21 yang memberikan kesan orang bermain layang-layang menimbulkan spekulasi mengenai tradisi yang berumur lebih dari itu di kawasan Nusantara. Diduga terjadi perkembangan yang saling bebas antara tradisi di Cina dan di Nusantara karena di Nusantara banyak ditemukan bentuk-bentuk primitif layang-layang yang terbuat dari daun-daunan. Di kawasan Nusantara sendiri catatan pertama mengenai layang-layang adalah dari Sejarah Melayu (Sulalatus Salatin) (abad ke-17) yang menceritakan suatu festival layang-layang yang diikuti oleh seorang pembesar kerajaan.
Dari Cina, permainan layang-layang menyebar ke Barat hingga kemudian populer di Eropa.
Layang-layang terkenal ketika dipakai oleh Benjamin Franklin ketika ia tengah mempelajari petir.
Walaupun bermain layang-layang tidak hanya identik dengan permainan anak-anak, tetap saja penggemar utama layang-layang sebenarnya adalah anak-anak. Memanfaatkan kegembiraan mereka bermain layang-layang bisa mengalahkan godaan game boy, play station, maupun televisi.
Sayang sekali di daerah perkotaan amat sulit mencari lokasi untuk bermain layang-layang. Akibatnya orang tua (terutama ibu-ibu) lebih senang melarang anaknya bermain layang-layang karena berbahaya. Bermain di jalan selain bahaya tertabrak juga bahaya tersengat listrik.
Alangkah baiknya bila para pengembang maupun pemerintah daerah memikirkan sarana ruang terbuka bagi lingkungannya, sehingga hobi bermain layang-layang ini bisa tersalurkan. Setidaknya ini akan menambah bidang pekerjaan juga, soalnya dalam era global yang serba instant ini mana ada lagi yang berpikir untuk mengambil buluh sebatang, diraut, ditimbang, dsb. Jadi, semakin banyak konsumen tentunya produsen semakin dibutuhkan. Bermain layang-layang di pantai ataupun di gunung hanya bisa dilaksanakan pada saat liburan, alangkah baiknya bila prasarana bermain di lingkungan bisa memenuhi kebutuhan akan ruang terbuka ini.
Bila kita berkunjung ke museum layang-layang, maka ada juga kesempatan bagi anak-anak untuk berkreasi membuat layang-layang. Tidak perlu lagi meraut buluh, melainkan mereka bisa berkreasi dengan warna-warna pilihan sendiri. Kebanggaan bisa membuat sendiri ini, semoga menjadi dasar percaya diri dan ketangguhan mereka untuk berusaha sendiri di kemudian hari. Dengan kegiatan permainan seperti ini bukan hanya ketahanan fisik yang mereka dapatkan, tapi juga membantu mereka mengerti logika alam. Bagaimana kekuatan tenaga angin bisa membantu menerbangkan benda kecil maupun besar ke angkasa. Bahkan, seorang Benjamin Franklin bisa menemukan penangkal petir berdasarkan logika dan eksperimen yang diperolehnya ketika bermain layang-layang.
Bagi orang dewasa tentunya bermain layang-layang juga berguna untuk menarik keluar sisi kanak-kanak di dalam dirinya. Pada saat ini tentunya suasana hati menjadi santai dan senang sehingga akhirnya bermain layang-layang juga bisa untuk menyehatkan orang dewasa. Jadi, mari berkampanye untuk ruang luar publik yang aman dan nyaman untuk bermain, termasuk untuk bermain layang-layang tentunya!
Perkembangan layang-layang di Indonesia cenderung mengarah kepada bentuk modern yang memungkinkan akan berdampak kepada hilangnya ciri layang-layang tradisional Indonesia.
Perkembangan layang-layang di dunia mengarah kepada bentuk dan motif yang artistik serta mengarah kepada pemanfaatan layang-layang dibidang teknologi.
Mengacu pada hal tersebut ada sekelompok pencinta layang-layang yang tergabung dalam Merindo Kites & Gallery mencoba untuk mengangkat dan melestarikan salah satu khazanah budaya dan memperkenalkan seni dan teknologi layang-layang dengan mendirikan Museum Layang-layang Indonesia. Berikut ini adalah alamat Museum Layang-layang Indonesia:
Jl. H. Kamang No. 38, Pondok Labu
Jakarta 12450, Indonesia
Telp: 021.7590.4863 - 021.765.8075
Fax: 021.7590.4863
e-mail: museum_layang@yahoo.com
Layang-layang merupakan lembaran bahan tipis berkerangka yang diterbangkan ke udara dan terhubungkan dengan tali atau benang ke daratan atau pengendali. Layang-layang memanfaatkan kekuatan hembusan angin sebagai alat pengangkatnya. Dikenal luas di seluruh dunia sebagai alat permainan, layang-layang diketahui juga memiliki fungsi ritual, alat bantu memancing atau menjerat, menjadi alat bantu penelitian ilmiah, serta media energi alternatif.
Fungsi Layang-layang
Terdapat berbagai tipe layang-layang permainan. Yang paling umum adalah layang-layang hias (dalam bahasa Betawi disebut koang) dan layang-layang aduan (laga). Terdapat pula layang-layang yang diberi sendaringan yang dapat mengeluarkan suara karena hembusan angin. Layang-layang laga biasa dimainkan oleh anak-anak pada masa pancaroba karena biasanya kuatnya angin berhembus pada masa itu.
Di beberapa daerah Nusantara layang-layang dimainkan sebagai bagian dari ritual tertentu, biasanya terkait dengan proses budidaya pertanian. Layang-layang paling sederhana terbuat dari helai daun yang diberi kerangka dari bambu dan diikat dengan serat rotan. Layang-layang semacam ini masih dapat dijumpai di Sulawesi. Diduga pula, beberapa bentuk layang-layang tradisional Bali berkembang dari layang-layang daun karena bentuk ovalnya yang menyerupai daun.
Di Jawa Barat, Lampung, dan beberapa tempat di Indonesia ditemukan layang-layang yang dipakai sebagai alat bantu memancing. Layang-layang ini terbuat dari anyaman daun sejenis anggrek tertentu, dan dihubungkan dengan mata kail. Di Pangandaran dan beberapa tempat lain, layang-layang dipasangi jerat untuk menangkap kalong atau kelelawar.
Penggunaan layang-layang sebagai alat bantu penelitian cuaca telah dikenal sejak abad ke-18. Contoh yang paling terkenal adalah ketika Benjamin Franklin menggunakan layang-layang yang terhubung dengan kunci untuk menunjukkan bahwa petir membawa muatan listrik.
Layang-layang raksasa dari bahan sintetis sekarang telah dicoba menjadi alat untuk menghemat penggunaan bahan bakar kapal pengangkut. Pada saat angin berhembus kencang, kapal akan membentangkan layar raksasa seperti layang-layang yang akan "menarik" kapal sehingga menghemat penggunaan bahan bakar.
Sejarah
Catatan pertama yang menyebutkan permainan layang-layang adalah dokumen dari Cina sekitar 2500 SM. Penemuan sebuah lukisan gua di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, pada awal abad ke-21 yang memberikan kesan orang bermain layang-layang menimbulkan spekulasi mengenai tradisi yang berumur lebih dari itu di kawasan Nusantara. Diduga terjadi perkembangan yang saling bebas antara tradisi di Cina dan di Nusantara karena di Nusantara banyak ditemukan bentuk-bentuk primitif layang-layang yang terbuat dari daun-daunan. Di kawasan Nusantara sendiri catatan pertama mengenai layang-layang adalah dari Sejarah Melayu (Sulalatus Salatin) (abad ke-17) yang menceritakan suatu festival layang-layang yang diikuti oleh seorang pembesar kerajaan.
Dari Cina, permainan layang-layang menyebar ke Barat hingga kemudian populer di Eropa.
Layang-layang terkenal ketika dipakai oleh Benjamin Franklin ketika ia tengah mempelajari petir.
Walaupun bermain layang-layang tidak hanya identik dengan permainan anak-anak, tetap saja penggemar utama layang-layang sebenarnya adalah anak-anak. Memanfaatkan kegembiraan mereka bermain layang-layang bisa mengalahkan godaan game boy, play station, maupun televisi.
Sayang sekali di daerah perkotaan amat sulit mencari lokasi untuk bermain layang-layang. Akibatnya orang tua (terutama ibu-ibu) lebih senang melarang anaknya bermain layang-layang karena berbahaya. Bermain di jalan selain bahaya tertabrak juga bahaya tersengat listrik.
Alangkah baiknya bila para pengembang maupun pemerintah daerah memikirkan sarana ruang terbuka bagi lingkungannya, sehingga hobi bermain layang-layang ini bisa tersalurkan. Setidaknya ini akan menambah bidang pekerjaan juga, soalnya dalam era global yang serba instant ini mana ada lagi yang berpikir untuk mengambil buluh sebatang, diraut, ditimbang, dsb. Jadi, semakin banyak konsumen tentunya produsen semakin dibutuhkan. Bermain layang-layang di pantai ataupun di gunung hanya bisa dilaksanakan pada saat liburan, alangkah baiknya bila prasarana bermain di lingkungan bisa memenuhi kebutuhan akan ruang terbuka ini.
Bila kita berkunjung ke museum layang-layang, maka ada juga kesempatan bagi anak-anak untuk berkreasi membuat layang-layang. Tidak perlu lagi meraut buluh, melainkan mereka bisa berkreasi dengan warna-warna pilihan sendiri. Kebanggaan bisa membuat sendiri ini, semoga menjadi dasar percaya diri dan ketangguhan mereka untuk berusaha sendiri di kemudian hari. Dengan kegiatan permainan seperti ini bukan hanya ketahanan fisik yang mereka dapatkan, tapi juga membantu mereka mengerti logika alam. Bagaimana kekuatan tenaga angin bisa membantu menerbangkan benda kecil maupun besar ke angkasa. Bahkan, seorang Benjamin Franklin bisa menemukan penangkal petir berdasarkan logika dan eksperimen yang diperolehnya ketika bermain layang-layang.
Bagi orang dewasa tentunya bermain layang-layang juga berguna untuk menarik keluar sisi kanak-kanak di dalam dirinya. Pada saat ini tentunya suasana hati menjadi santai dan senang sehingga akhirnya bermain layang-layang juga bisa untuk menyehatkan orang dewasa. Jadi, mari berkampanye untuk ruang luar publik yang aman dan nyaman untuk bermain, termasuk untuk bermain layang-layang tentunya!
Perkembangan layang-layang di Indonesia cenderung mengarah kepada bentuk modern yang memungkinkan akan berdampak kepada hilangnya ciri layang-layang tradisional Indonesia.
Perkembangan layang-layang di dunia mengarah kepada bentuk dan motif yang artistik serta mengarah kepada pemanfaatan layang-layang dibidang teknologi.
Mengacu pada hal tersebut ada sekelompok pencinta layang-layang yang tergabung dalam Merindo Kites & Gallery mencoba untuk mengangkat dan melestarikan salah satu khazanah budaya dan memperkenalkan seni dan teknologi layang-layang dengan mendirikan Museum Layang-layang Indonesia. Berikut ini adalah alamat Museum Layang-layang Indonesia:
Jl. H. Kamang No. 38, Pondok Labu
Jakarta 12450, Indonesia
Telp: 021.7590.4863 - 021.765.8075
Fax: 021.7590.4863
e-mail: museum_layang@yahoo.com
Bola bekel
Bekelan berasal dari bahasa Belanda, bikkelen. Yang dibutuhkan dalam permainan ini yaitu bola karet sebesar bola pingpong kemudian timbel yang berupa misalnya kacang, batu kecil, kelereng atau yang lain (biasa disebut biji bekel) yang penting ukuranya pas di tangan dengan jumlah 5 (lima). Sekarang ini banyak tersedia biji bekel yang siap dipakai, ada yang terbuat dari kuningan dan ada yang terbuat dari bahan timah.
Pada awalnya biji bekel dibuat dari engsel tulang tumit kaki belakang domba. Sekarang dibuat dari logam. Bentuk biji bekel nyaris seragam di berbagai negara. Tidak mengalami perubahan sejak dahulu. Terdiri dari lima biji bekel dan satu bola bekel. Logam ini memiliki bentuk yang khas. Terdiri dari permukaan kasar yang ditandai dengan lubang-lubang kecil di permukannya berjumlah lima titik, permukaan halus yang ada tanda silang atau polos sama sekali, permukaan atas yang ada bintik merahnya, dan permukaan bawah yang tidak ada tanda catnya. Biji bekel dicari yang seimbang, sisi kiri dan kanan sama tingginya, sehingga memperkecil kemungkinan bekel jatuh setelah berubah posisi.
Bola bekel datang dengan berbagai ukuran, motif, warna, dan tingkat kekenyalan. Yang dicari adalah bola yang simetris, cetakannya rapi, dengan kekenyalan yang cukup sehingga pantulannya cukup tinggi. Ukurannya juga dicari yang mudah digenggam.
Bekelan biasanya dimainkan oleh anak perempuan minimal dua orang. Jika temannya banyak maka menunggu giliran merupakan hal yang menjengkelkan, sehingga kadang berharap agar temannya melakukan kesalahan dan segera dapat giliran main. Permainan ini dilakukan dengan cara menyebar dan melempar bola ke atas dan menangkapnya setelah bola memantul sekali di lantai. Kalau bola tidak tertangkap atau bola memantul beberapa kali maka pemain dinyatakan mati.
Berikut kurang lebih cara bermain bekelan :
1. Pertama, pemain menggenggam seluruh biji bekel dan menyebar seluruhnya ke lantai sambil melemparkan bola bekel ke atas dan menangkapnya. Biji bekel diambil satu-satu sampai habis. Ulangi lagi menyebar seluruh biji bekel dan diambil 2 biji bekel, diambil dengan 3 biji bekel, diambil 4 biji bekel, terakhir lima biji bekel diraup sekaligus.
2. Langkah kedua, Balik posisi bekel menghadap ke atas semua satu persatu. Ulangi terus sampai seluruh permukaan bekel menghadap ke atas semua. lalu ambil satu bekel, ambil 2 biji bekel, ambil 3 biji bekel, ambil 4 biji bekel, terakhir raup seluruh biji bekel.
3. Langkah ketiga , balik posisi biji bekel menghadap kebawah dan ulangi langkah seperti langkah kedua dengan mengambil biji bekel 1, 2, 4, dan seluruhnya.
4. Langkah keempat, balik seluruh posisi bekel bagian permukaan yang halus menghadap ke atas lalu ambil biji bekel seperti langkah ketiga.
5. Langkah kelima, balik posisi bekel posisi permukaan kasar menghadap ke atas semua, lalu ambil biji bekel seperti langkah sebelumnya,
6. Langkah terakhir dinamakan Nasgopel. Balik posisi biji bekel mengahadap ke atas semua, kemudian balik lagi semuanya menghadap kebawah semua, terus permukaan halus menghadap ke atas semua, dan terakhir balik satu persatu permukaan kasarnya menghadap ke atas semua. Raup seluruh biji bekel dalam sekali genggaman. Bila ada kesalahan dalam langkah nasgopel ini pemain harus mengulang ke langkah awal nasgopel. Pemain yang bisa melewati tahap ini dinyatakan sudah menang dan berhak untuk istirahat sambil menonton teman-temannya yang belum bisa menyelesaikan permainan.
Langganan:
Postingan (Atom)